Pernahkah Anda berpikir dan membandingkan kehidupan Anda sebelum dan setelah aktif di media sosial? Saat ini, bisa jadi Anda memiliki beberapa akun media sosial untuk mengaktualisasi diri. Bisa jadi Anda punya akun di Twitter, Facebook, Instagram, Line, dan lain-lain, yang ditujukan untuk berbagai keperluan. Dari mengekspresikan diri sampai menjalin pertemanan.
Jadi, pernahkah Anda berpikir dan membandingkan kehidupan Anda sebelum dan setelah aktif di media sosial?
Saat ini, media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Dari bangun tidur sampai jelang tidur, tak henti-hentinya mata menatap layar ponsel. Kehidupan di media sosial juga sering kali dipandang sebagai kehidupan nyata.
Padahal seberapa banyak pengikut di media sosial belum tentu orang tersebut punya banyak teman di dunia nyata. Ketika seseorang memiliki banyak pengikut di media sosial pun, akan menimbulkan keresahan, seperti ketakutan membuat kesalahan yang akan menyebabkan kemarahan.
Studi oleh Anxiety UK menemukan bahwa 45 persen orang yang tidak dapat mengakses jaringan sosial mereka akan merasa khawatir atau tidak nyaman.
60 persen dari responden mengatakan bahwa mereka merasa perlu untuk benar-benar mematikan ponsel dan komputer mereka agar dapat beristirahat dengan benar.
"Hal tentang media sosial adalah bahwa hal itu terus-menerus menyela aktivitas kita," kata Joanne Cantor, PhD, profesor emerita komunikasi di University of Wisconsin-Madison dan penulis buku Conquer CyberOverload, kepada Reader's Digest.
Lanjutnya, "Ketika kita berhenti sejenak untuk menengok akun media sosial berkali-kali, ini benar-benar jadi bentuk multitasking, dan multitasking membuat apa pun yang Anda lakukan jadi butuh waktu lebih lama..."
American Psychological Association memperkirakan bahwa mencoba bermulti aksi, seperti bolak-balik melihat Facebook dan mengerjakan tugas penting, dapat mengurangi waktu produktif Anda sebanyak 40 persen.
Menurut Joanne, dengan melepaskan media sosial sepenuhnya, Anda melepaskan diri dari notifikasi media sosial yang mengganggu, dan membiarkan kreativitas berkembang.
Media sosial memang mudah diakses kapan dan di mana saja. Bahkan sebagian orang merasa harus memberikan perhatian 24 jam sehari 7 hari sepekan terhadap apa yang sedang terjadi di media sosial.
Saat membagikan informasi di media sosial, orang cenderung hanya fokus pada hal-hal bahagia dari kehidupannya.
Ini mungkin tampak tidak berbahaya, tapi ketika seseorang melihat unggahan orang lain yang kelihatan indah dan menyenangkan, akan mudah untuk membandingkannya dengan diri sendiri.
Di satu sisi, media sosial juga bisa jadi cara untuk tetap terhubung dengan teman lama atau keluarga yang lokasinya berjauhan dari Anda. Namun, tak bisa dimungkiri bahwa hubungan di dunia nyata tentu akan lebih kuat.
"Menarik kembali media sosial dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk berinteraksi tatap muka benar-benar membantu hubungan Anda, dan hubungan benar-benar merupakan salah satu faktor terpenting dalam kesejahteraan dan kesehatan mental," pungkas Joanne.
Source link